Kamis, 26 Agustus 2010

Hidup


20 oktober 1992 saya lahir ke dunia ini kata sahabat saya bayi yang baru lahir di dunia ini itu masih suci tak ada dosanya. saya dilahirkan dari keluarga yg tidak mampu sehingga sampai akhirnya dirawat oleh keluarga yang mampu. semenjak kecil banyak harapan harapan ortu angkat kepada saya. dari kecil pula saya sudah mengecewakan banyak orang termasuk ortu saya saya sudah mencoreh nama orang tua saya berkali kali saya berkelahi,berbohong,sudah cukupp sering air mata ortu itu keluar sd saya di sekolahkan di sebuah sekolah Islam Terpadu dengan harapan saya bisa menjadi yang lebih baik di sekolahan itu saya sering sekali buat onar.dari keciil saya dilatih untuk shalat, untuk beribadah kepada Allah Swt saya melakukan semua itu tanpa tau maknanya sama sekali. saya teringat sekali dulu ketika saya berpuasa saya masih sering diem diem nyolong makanan. tanpa rasa bersalah sama seklai ataupun penyesalan disetiap saya melakukan dosa hati saya malah merasa senang tidak tumbuh sama sekali di hati ini rasa penyesalan. hingga saya masuk ke SMP bukan menajdi yang lebih baik sya malah menjadi lebih parah Sya menjadi anak yg angkuh akan apa yang saya miliki saya membanggakan harta ortu, bahkan saya menjadi saya menjadi anka yg suka menuntut, saya merokok , bahkan percobaan bunuh diri pun saya pernah lakukan karena suatu hal yg sangat sepele di tolak wanita iya karena di tolak wanita .

bhakan kelakukan saya di smp lebih parah dibandingkan sd orang tua saya sangat sakit saya jadi seperti ini shalat pun sudah mulai bolong bolong . hem tidak ada sama sekali rasa penyesalan waktu itu. hingga saya menginjak ke kelas 2 smp saya bertemu dengan teman SD saya ia saya bertemu beliau lewat friendster lalu saya pindah ke facebook saya bertemu kembali dengan dia bahkan kita sering ngobrol hingga suatu ketika saya pun jadian dengan dia. hem kami sering sekali sms dan ngobrol bersama. hingga harapan saaya saat itu sudah begitu besar karena memang saya sangat penasarann sekali dengan beliau waktu sd mungkin kalu sd iya masih di bilang cinta monyet lah.
suatu saat stelah saya mencuci saya medapatkan banyak sekali sms yg teryata dari beliau yg berkata ingin mengakhiri semua ini ( jika anda ingin Allah ada di hati anda jangan taruh siapun di hati anda selain Allah ) dalam kutip pacaran maksudnya . kata kata itu membuat saya sangat sakit saya benci sekali dengan dia kenapa tidak dari awal mengatakan semua itu. yg paling bodohnya kata kata saya sangat menyakitinya saat itu. saya disuruh untuk melihat blog nya saat itu
saya kaget membaca blognya kenapa bisa sama kenapa kita sama kehilangan arah. hanya satu bedanya samapai sekarng saya belum bisa merasakan nikmatnya berdua dengan Allah.
saat itu saya bertekat untuk merubah diri ini menjadi yg lebih baik. 17 tahun sudah saya hidup dan dosa dosa saya begitu banyak. tapi kenapa saya kadang tidak bisa mengendalikan diri ini untuk tidak berbuat dosa . untuk apa saya hidup sampai 17 tahun ????? selama 17 tahun itu hanya kesedihan dan dosa yg saya buat. kenapa Allah tidak mencabut umur saya sejak saya kecil supaya saya bersih kenapa ???? Saya iri melihat mu sahabat saya iri membaca tulisan tulisan di blog mu sepertinya kau begitu dekat pada Nya . tapi kenapa saya tidak bisa melakukan semua itu ?? ??????? apakah Allah sudah menutup pintu hati saya ???? saya tidak mau hidup terlalu lama dengan dosa dosa saya . kapan ya saya bisa merasakan kegetaran di hati ini saat bermunajah dengan Nya . kpaan air mata penyesalan itu keluar?????? . Kini syaa baru merasakan arti kehilangan sesuatu yg cukup berarti ini balasan karena dulu suka menyakiti orang lain. saya ingin sekali merasakan sakit yg dulu pernah saya torehkan pada mu.

NB MAafkan saya ya RABB

Minggu, 28 Maret 2010

Syahid

Barangsiapa yg mengharapkan mati syahid dgn sepenuh hati, maka ALLAH akan
memberikan mati syahid kepadanya meskipun ia mati ditempat tidur (hadis).

Dunia hanya satu terminal dari seluruh fase kehidupan. Hanya
Allah yang tahu rentang usia seorang manusia. Saya, Khadijah sebut saja demikian, menikah
dengan Muhammad, 3 Oktober 1993. Muhammad adalah kakak kelas saya di IPB.
Selama menikah, suami sering mngingatkan saya tentang kematian,
tentang syurga, tentang syahid, dan sebagainya. Setiap kami bicara
tentang sesuatu, ujung2nya bicara tentang kematian dan indahnya syurga itu
bagaimana. Kalau kita bicara soal nikmatnya materi, suami mengaitkannya dengan
kenikmatan syurga yang lebih indah. Bahkan, berulang-ulang dia mengatakan,
nanti kita ketemu lagi di syurga. Itu mempunyai makna yg dalam bagi saya.


Hari itu, 16 Januari 1996, kami ke rumah orang tua di Jakarta. Seolah suami
mengembalikan saya kepada orang tua. Malam itu juga, suami saya
mengatakan harus kembali ke Bogor, karena harus mengisi diklat besok
paginya. Menurutnya, kalau berangkat pagi dari Jakarta khawatir terlambat.


Mendekati jam 12 malam, saya bangun dari tidur, perut saya sakit, keringat
dingin mengucur, rasanya ingin muntah. Saya bilang pada ibu saya, untuk
diobati. Saya kira maag saya kambuh. Saya sempat berpikir suami saya di sana
sudah istirahat, sudah senang, sudah sampai karena berangkat sejak maghrib.
Saya juga berharap kalau ada suami saya mungkin saya dipijitin atau
bagimana. Tapi rupanya pada saat itulah terjadi peristiwa tragis menimpa suami saya.



Jam tiga malam, saya terbangun. Kemudian saya shalat. Entah kenapa, meskipun
badan kurang sehat, saya ingin ngaji. Lama sekali saya menghabiskan lembar
demi lembar mushaf kecil saya. Waktu shubuh rasanya lama
sekali. Badan saya sangat lelah dan akhirnya tertidur hingga subuh.


Pagi harinya, saya mendapat berita dari seorang akhwat di Jakarta, bahwa
suami saya dalam kondisi kritis. Karena angkutan yang ditumpanginya hancur
ditabrak truk tronton di jalan raya Parung. Sebenarnya waktu itu suami saya
sudah meninggal. Mungkin sengaja beritanya dibuat begitu biar saya tidak
kaget. Namun tak lama kemudian, ada seorang teman di Jakarta yang
memberitahukan bahwa beliau sudah meninggal. Inna lillahi wainna ilaihi rajiun.


Entah kenapa, mendengar berita itu hati saya tetap tegar. Saya sendiri tidak
menyangka bisa setegar itu. Saya berusaha membangun keyakinan bahwa suami
saya mati syahid. Saya bisa menasihati keluarga dan langsung ke
Bogor. Di sana, suami saya sudah dikafani. Sambil menangis saya
menasihati ibu, bahwa dia bukan milik kita. Kita semua bukan milik kita sendiri tapi milik ALLAH.


Alhamdulillah ALLAH memberi kekuatan. Kepada orang2 yang
bertakziah waktu itu, saya mengatakan : "Doakan dia supaya syahid.. doakan dia
supaya syahid". Sekali lagi ketabahan saya waktu itu semata datang
dari ALLAH, kalau tidak, mungkin saya sudah pingsan.


Seperti tuntunan Islam, segala hutang orang yang meninggal
harus
ditunaikan. Meski tidak ada catatannya, tapi tanpa disadari, saya ingat
sekali hutang2 suami. Saya memang sering bercanda sama suami, "Mas kalau ada
hutang, catat. Nanti kalau Mas meninggal duluan saya tahu saya harus bayar
berapa." Canda
itu memang sering muncul ketika kami bicara masalah kematian. Sampai saya
pernah bilang pada suami saya, "kalau mas meninggal duluan,
saya yang mandiin. Kalau mas meninggal duluan, saya kembali lagi ke ummi,
jadi anaknya lagi." Semua itu akhirnya menjadi kenyataan.

Beberapa hari setelah musibah itu, saya harus kembali ke rumah
kontrakan di Bogor untuk mengurus surat2. Saat saya buka pintunya, tercium
bau harum sekali. Hampir seluruh ruangan rumah itu wangi. Saya sempat
periksa barangkali sumber wangi itu ada pada buah-buahan, atau yang
lainnya. Tapi tidak ada. Ruangan yg tercium paling wangi, tempat tidur suami
dan tempat yg biasa ia gunakan bekerja.


Beberapa waktu kemudian, dalam tidur, saya bermimpi bersalaman dengan dia.
Saya cium tangannya. Saat itu dia mendoakan saya:
"Zawadakillahu taqwa waghafara dzanbaki, wa yassara laki haitsu ma kunti"
(Semoga Allah menambah ketakwaan padamu, mengampuni dosamu, dan mempermudah segala urusanmu di mana saja). Sambil menangis, saya balas doa itu dengan doa serupa.


Semasa suami masih hidup, doa itu memang biasa kami ucapkan
ketika kami akan berpisah. Saya biasa mencium tangan suami bila ia ingin keluar
rumah. Ketika kami saling mengingatkan, kami juga saling mendoakan.
Banyak doa-doa yang diajarkan suami saya. Ketika saya sakit, suami saya menulis doa di white board Sampai sekarang saya selalu baca doa itu. Anak saya juga hafal. Saya banyak belajar darinya. Dia guru saya yang paling baik. Dia juga bisa menjelaskan bagaimana indahnya syurga. Bagaimana indahnya syahid.


Waktu saya wisuda, 13 Januari 1996 saya sempat bertanya pada
suami, "Mas nanti saya kerja di mana?" Suami diam sejenak. Akhirnya suami
sayamengatakan supaya wanita itu memelihara jati diri.
Saya bertanya, "Maksudnya apa?", "Beribadah, bekerja membantu suaminya, dan
bermasyarakat".
Saya berpikir bahwa saya harus mengurus rumah tangga dengan baik.
Tidak usah memikirkan pekerjaan. Sekarang, setiap bulan saya hidup dari
pensiun pegawai negeri suami. Meskipun sedikit, tapi saya merasa cukup. Dan
rejeki dari ALLAH tetap saja mengalir. ALLAH memang memberi rejeki pd siapa
saja, dan tidak tergantung kepada siapa saja. Katakanlah meski suami saya
tidak ada, tapi rejeki ALLAH itu tidak akan pernah habis.


Insya ALLAH saya optimis dengan anak2 saya. Saya ingat sabda
Nabi : "Aku dan pengasuh anak yatim seperti ini", sambil mendekatkan kedua buah
jari tangannya.
Saya bukan pengasuh anak yatim, tapi ibunya anak
yatim. Meski masih kecil-kecil, saya sudah merasakan kedewasaan mereka.
Kondisi yang mereka alami, membuat mereka lebih cepat mengerti tentang
kematian, neraka, syurga bahkan tentang syahid. Rezeki yg saya terima, tak
mustahil lantaran keberkahan mereka.